Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan

BERHUTANG DALAM ISLAM Dalam Islam, hutang dikenal dengan istilah  Al-Qardh,  yang secara etimologi berarti memotong sedangkan dalam ...

BERHUTANG DALAM ISLAM



Dalam Islam, hutang dikenal dengan istilah Al-Qardh, yang secara etimologi berarti memotong sedangkan dalam artian menurut syar’i bermakna memberikan harta dengan dasar kasih sayang kepada siapa saja yang membutuhkan dan akan dimanfaatkan dengan benar, yang mana pada suatu saat nanti harta tersebut akan dikembalikan lagi kepada orang yang memberikannya.

Hukum Hutang Piutang dalam Islam
Hukum hutang piutang dalam Islam adalah boleh. Allah SWT berfirman;
مَنْذَاالَّذِييُقْرِضُاللَّهَقَرْضًاحَسَنًافَيُضَاعِفَهُلَهُأَضْعَافًاكَثِيرَةًوَاللَّهُيَقْبِضُوَيَبْسُطُوَإِلَيْهِتُرْجَعُونَ
Artinya;
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (Q. S. Al-Baqarah ayat 245).
Syarat Hutang Piutang dalam Islam
  • Harta yang dihutangkan adalah jelas dan murni halal.

  • Pemberi hutang tidak mengungkit-ungkit masalah hutang dan tidak menyakiti pihak yang piutang (yang meminjam).

  • Pihak yang piutang (peminjam) niatnya adalah untuk mendapat ridho Allah dengan mempergunakan yang dihutang secara benar.

  • Harta yang dihutangkan tidak akan memberi kelebihan atau keuntungan pada pihak yang mempiutangkan.
Adab Hutang Piutang dalam Islam
  • Ada perjanjian tertulis dan saksi yang dapat dipercaya.

  • Pihak pemberi hutang tidak mendapat keuntungan apapun dari apa yang dipiutangkan.
  • Pihak piutang sadar akan hutangnya, harus melunasi dengan cara yang baik (dengan harta atau benda yang sama halalnya) dan berniat untuk segera melunasi.

  • Sebaiknya berhutang pada orang yang shaleh dan memiliki penghasilan yang halal.
  • Berhutang hanya dalam keadaan terdesak ata darurat.

  • Hutang piutang tidak disertai dengan jual beli.
  • Memberitahukan kepada pihak pemberi hutang jika akan terlambat untuk melunasi hutang.
  • Pihak piutang menggunakan harta yang dihutang dengan sebaik mungkin.

  • Pihak piutang sadar akan hutangnya dan berniat untuk segera melunasi.

  • Pihak pemberi hutang boleh memberikan penangguhan jika pihak piutang kesulitan melunasi hutang.



Bahaya Sikap Hutang Piutang


Hutang merupakan sesuatu yang sensitif diantara hubungan sesama manusia. Meski Islam memperbolehkan untuk berhutang, itupun dengan syarat seperti yang sudah disebutkan di atas. Terutama, berhutang dianjurkan hanya pada keadaan yang benar-benar sangat terdesak saja.
Kebiasaan berhutang, meski tidak dalam keadaan darurat, justru akan memberikan dampak buruk terutama jika hutang tersebut tidak sempat untuk dilunasi karena yang berhutang lebih dulu meninggal dunia. 
Berikut bahayanya berhutang :
  1. Menyebabkan stres
Tidak salah lagi jika seseorang yang berhutang sering kali mengalami stres memikirkan hutangnya. Kesulitan untuk tidur, pikiran tidak fokus, bahkan sampai tidak nafsu makan. Hutang merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang mudah merasa sedih di malam hari karena memikirkan cara untuk melunasinya, sedangkan pada siang harinya akan merasa kehinaan karena merasa dipandang rendah oleh orang lain akan hutangnya.
Dalam kondisi psikis yang tertekan, ditambah fisik yang ikut lemas, tingkat stres pun akan semakin tinggi. Bagi mereka yang senantiasa menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT, insya Allah bisa melalui semuanya dengan ikhlas. Sedangkan mereka yang berpikiran sempit, tak jarang memilih jalan pintas, misalnya bunuh diri, karena tidak sanggup lagi memikirkan bagaimana caranya untuk membayar hutang tersebut (terutama sekali jika hutang itu sudah jadi kebiasaan yang akhirnya akan menumpuk dan semakin sulit untuk menemukan cara melunasinya).
  1. Merusak akhlak
Kebiasaan berhutang justru dapat merusak akhlak seseorang karena berhutang bukan termasuk dalam hobi yang baik, layaknya kebiasaan berbohong. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (H. R. Al-Bukhari).
Seseorang yang terlilit hutang sangat mudah untuk dipengaruhi oleh iblis agar mengerjakan maksiat demi bisa melunasi hutangnya, dengan berbagai cara termasuk mencuri atau merampok.
  1. Dihukum layaknya seorang pencuri
Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
““Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (H. R. Ibnu Majah).
  1. Jenazahnya tidak dishalatkan
Sebagaimana yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Beliau pernah tidak mau menshalatkan jenazah seseorang yang rupanya masih memiliki hutang namun belum terbayar dan tidak ada meninggalkan sepeserpun harta untuk melunasinya. Sampai kemudian ada salah seorang sahabat yang bersedia menanggungkan hutangnya, baru Rasulullah SAW mau menshalatkan jenazah tersebut.
  1. Dosanya tidak terampuni sekalipun mati syahid
Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
Semua dosa orang yang mati syahid Akan diampuni (oleh Allah), kecuali hutangnya. (H. R. Muslim).
  1. Tertunda masuk surga
Dari Tsauban, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu: bebas dari sombong, bebas dari khianat, dan bebas dari tanggungan hutang.”
  1. Pahala adalah ganti hutangnya
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (H. R. Ibnu Majah).
Artinya, jika seseorang yang berhutang tidak sempat melunasinya karena meninggal dunia, maka diakhirat nanti pahalanya akan diambil untuk melunasi hutangnya tersebut.
  1. Urusannya masih menggantung
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (H. R. Tirmidzi)

Berhutang memang diperbolehkan, namun menghindarinya adalah lebih baik. Setiap rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Hanya tinggal bagaimana kita menjemput rezeki tersebut, terutama agar mendapatkannya dengan cara yang halal. Jangan mudah tergiur dengan kemewahan sesaat, perbanyaklah berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT agar diberikan rezeki yang halal lagi berkah.
Jika memang sangat amat terpaksa untuk berhutang, maka itu lebih baik dilakukan daripada berbuat maksiat semacam mencuri. Tapi harus diingat, tujuan berhutang adalah murni untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan cara yang baik pula. Serta, di dalam hati sudah berniat untuk sesegera mungkin melunasi hutang tersebut agar tidak menjadi penghalang di akhirat nanti.


(Sumber :  http://dalamislam.com/dasar-islam/bahaya-hutang-dalam-islam.html)






MUDAHKANLAH ORANG YANG BERHUTANG KEPADAMU Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan keti...

MUDAHKANLAH ORANG YANG BERHUTANG KEPADAMU


Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)



Risalah ini kami tujukan kepada orang yang memiliki piutang pada orang lain. Ada sebagian saudara kita yang berutang pada kita mungkin sangat mudah sekali untuk melunasinya. Namun sebagian lain adalah orang-orang yang mungkin kesulitan. Sudah ditagih berkali-kali, mungkin belum juga dilunasi. Bagaimanakah kita menghadapi orang-orang semacam itu? Inilah yang akan kami jelaskan pada posting kali ini. Semoga bermanfaat.

Keutamaan Orang yang Memberi Utang

Dalam shohih Muslim pada Bab ‘Keutamaan berkumpul untuk membaca Al Qur’an dan dzikir’, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699) 

Keutamaan seseorang yang memberi utang terdapat dalam hadits yang mulia yaitu pada sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. 

Dalam Tuhfatul Ahwadzi (7/261) dijelaskan maksud hadits ini yaitu: “Memberi kemudahan pada orang miskin –baik mukmin maupun kafir- yang memiliki utang, dengan menangguhkan pelunasan utang atau membebaskan sebagian utang atau membebaskan seluruh utangnya.” 

Sungguh beruntung sekali seseorang yang memberikan kemudahan bagi saudaranya yang berada dalam kesulitan, dengan izin Allah orang seperti ini akan mendapatkan kemudahan di hari yang penuh kesulitan yaitu hari kiamat.

Tagihlah Utang dengan Cara yang Baik


Dalam Shohih Bukhari dibawakan Bab ‘Memberi kemudahan dan kelapangan ketika membeli, menjual, dan siapa saja yang meminta haknya, maka mintalah dengan cara yang baik’. 

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى

“Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076) 

Yang dimaksud dengan ‘ketika menagih haknya (utangnya)’ adalah meminta dipenuhi haknya dengan memberi kemudahan tanpa terus mendesak. (Fathul Bari, 6/385) 

Ibnu Hajar mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat dorongan untuk memberi kelapangan dalam setiap muamalah, … dan dorongan untuk memberikan kelapangan ketika meminta hak dengan cara yang baik. 

Dalam Sunan Ibnu Majah dibawakah Bab ‘Meminta dan mengambil hak dengan cara yang baik’. 

Dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

“Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1965. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih) 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda untuk orang yang memiliki hak pada orang lain,

خُذْ حَقَّكَ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

“Ambillah hakmu dengan cara yang baik pada orang yang mau menunaikannya ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1966. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Berilah Tenggang Waktu bagi Orang yang Kesulitan

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280) 


Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bersabar terhadap orang yang berada dalam kesulitan, di mana orang tersebut belum bisa melunasi utang. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” Hal ini tidak seperti perlakuan orang jahiliyah dahulu. Orang jahiliyah tersebut mengatakan kepada orang yang berutang ketika tiba batas waktu pelunasan: “Kamu harus lunasi utangmu tersebut.  Jika tidak, kamu akan kena riba.” 

Memberi tenggang waktu terhadap orang yang kesulitan adalah wajib. Selanjutnya jika ingin membebaskan utangnya, maka ini hukumnya sunnah (dianjurkan). Orang yang berhati baik seperti inilah (dengan membebaskan sebagian atau seluruh utang) yang akan mendapatkan kebaikan dan pahala yang melimpah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al Azhim, pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280) 

Begitu pula dalam beberapa hadits disebutkan mengenai keutamaan orang-orang yang memberi tenggang waktu bagi orang yang sulit melunasi utang. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ

“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim no. 3006) 

Dari salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –Abul Yasar-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى ظِلِّهِ فَلْيُنْظِرِ الْمُعْسِرَ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ

“Barangsiapa ingin mendapatkan naungan Allah ‘azza wa jalla, hendaklah dia memberi tenggang waktu bagi orang yang mendapat kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan dia membebaskan utangnya tadi.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih) 

Lihatlah pula akhlaq yang mulia dari Abu Qotadah karena beliau pernah mendengar hadits serupa dengan di atas. 

Dulu Abu Qotadah pernah memiliki piutang pada seseorang. Kemudian beliau mendatangi orang tersebut untuk menyelesaikan utang tersebut. Namun ternyata orang tersebut bersembunyi tidak mau menemuinya. 

Lalu suatu hari, kembali Abu Qotadah mendatanginya, kemudian yang keluar dari rumahnya adalah anak kecil. Abu Qotadah pun menanyakan pada anak tadi mengenai orang yang berutang tadi. Lalu anak tadi menjawab, “Iya, dia ada di rumah sedang makan khoziroh.” 

Lantas Abu Qotadah pun memanggilnya, “Wahai fulan, keluarlah. Aku dikabari bahwa engkau berada di situ.” 

Orang tersebut kemudian menemui Abu Qotadah. Abu Qotadah pun berkata padanya, “Mengapa engkau harus bersembunyi dariku?” 
Orang tersebut mengatakan, “Sungguh, aku adalah orang yang berada dalam kesulitan dan aku tidak memiliki apa-apa.” Lantas Abu Qotadah pun bertanya, “Apakah betul engkau adalah orang yang kesulitan?” Orang tersebut berkata, “Iya betul.” Lantas dia menangis. 

Abu Qotadah pun mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan ‘Arsy di hari kiamat.” 

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih. (Lihat Musnad Shohabah fil Kutubit Tis’ah dan Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280) 

Inilah keutamaan yang sangat besar bagi orang yang berhati mulia seperti Abu Qotadah. 

Begitu pula disebutkan bahwa orang yang berbaik hati untuk memberi tenggang waktu bagi orang yang kesulitan, maka setiap harinya dia dinilai telah bersedekah. 

Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya,

من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة

“Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan,  dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath Thobroniy, Al Hakim, Al Baihaqi. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 86 mengatakan bahwa hadits ini shohih) 
Begitu pula terdapat keutamaan lainnya. Orang yang berbaik hati dan bersabar menunggu untuk utangnya dilunasi, niscaya akan mendapatkan ampunan Allah. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ ، فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ ، لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا ، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ

“Dulu ada seorang pedagang biasa memberikan pinjaman kepada orang-orang. Ketika melihat ada yang kesulitan, dia berkata pada budaknya: Maafkanlah dia (artinya bebaskan utangnya). Semoga Allah memberi ampunan pada kita. Semoga Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari no. 2078) 

Itulah kemudahan yang sangat banyak bagi orang yang memberi kemudahan pada orang lain dalam masalah utang. Bahkan jika dapat membebaskan sebagian atau keseluruhan utang tersebut, maka itu lebih utama.

Beri Pula Kemudahan bagi Orang yang Mudah Melunasi Utang

Selain memberi kemudahan  bagi orang yang kesulitan, berilah pula kemudahan bagi orang yang mudah melunasi utang. Perhatikanlah kisah dalam riwayat Ahmad berikut ini. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ

“Ada seseorang didatangkan pada hari kiamat. Allah berkata (yang artinya), “Lihatlah amalannya.” Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku. Aku tidak memiliki amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku memiliki harta, lalu aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap orang yang sebenarnya mampu untuk melunasinya, aku beri kemudahan. Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu memberinya tenggang waktu sampai dia mampu melunasinya.” Lantas Allah pun berkata (yang artinya), “Aku lebih berhak memberi kemudahan”. Orang ini pun akhirnya diampuni.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih).

Al Bukhari pun membawakan sebuah bab dalam kitab shohihnya ‘memberi kemudahan bagi orang yang lapang dalam melunasi utang’. Lalu setelah itu, beliau membawakan hadits yang hampir mirip dengan hadits di atas. 

Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَلَقَّتِ الْمَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا قَالَ كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِى أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ 
الْمُوسِرِ قَالَ قَالَ فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ 

“Beberapa malaikat menjumpai ruh orang sebelum kalian untuk mencabut nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, “Apakah kamu memiliki sedikit dari amal kebajikan?” Kemudian dia mengatakan, “Dulu aku pernah memerintahkan pada budakku untuk memberikan tenggang waktu dan membebaskan utang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk melunasinya.” Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari no. 2077)

Lalu bagaimana kita membedakan orang yang mudah dalam melunasi utang (muwsir) dan orang yang sulit melunasinya (mu’sir).

Para ulama memang berselisih dalam mendefinisikan dua hal ini sebagaimana dapat dilihat di Fathul Bari, Ibnu Hajar. Namun yang lebih tepat adalah kedua istilah ini dikembalikan pada ‘urf', yaitu kebiasaan masing-masing tempat karena syari’at tidak memberikan batasan mengenai hal ini. Jadi, jika di suatu tempat sudah dianggap bahwa orang yang memiliki harta 1 juta dan kadar utang sekian sudah dianggap sebagai muwsir (orang yang mudah melunasi utang), maka kita juga menganggapnya muwsir. Wallahu a’lam. 

Inilah sedikit pembahasan mengenai keutamaan orang yang berutang, yang berhati baik untuk memberi tenggang waktu dalam pelunasan dan keutamaan orang yang membebaskan utang sebagian atau seluruhnya. 

Namun, yang kami tekankan pada akhir risalah ini bahwa tulisan ini ditujukan bagi orang yang memiliki piutang dan belum juga dilunasi, bukan ditujukan pada orang yang memiliki banyak utang. Jadi jangan salah digunakan dalam berhujah. Orang-orang yang memiliki banyak utang tidak boleh berdalil dengan dalil-dalil yang kami bawakan dalam risalah ini. Coba bayangkan jika orang yang memiliki banyak utang berdalil dengan dalil-dalil di atas, apa yang akan terjadi? Dia malah akan akan sering mengulur waktu dalam pelunasan utang. Untuk mengimbangi pembahasan kali ini, insya Allah pada kesempatan berikutnya kami akan membahas ‘bahaya banyak utang’. 
Semoga Allah memudahkan kita untuk memiliki akhlaq mulia seperti ini. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. 

Rujukan :

1. Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil ‘Aziz, Dr. Abdul ‘Azhim Al Badawiy, Dar Ibnu Rojab
2. Fathul Bari, Ibnu Hajar, Mawqi’ Al Islam
3. Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Mawqi’ Shoid Al Fawaidh
4. Musnad Shohabah fil Kutubit Tis’ah, Asy Syamilah
5. Shohih Bukhari, Muhammad bin Isma’il Al Bukhari, Mawqi’ Wizarotul Awqof Al Mishriyah
6. Shohih Muslim, Muslim bin Al Hajjaj, Tahqiq: Muhammad Fuad Abdul Baqiy, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, Beirut
7. Shohih Sunan Ibnu Majah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Asy Syamilah
8. Sunan Ibnu Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid, Mawqi’ Wizarotul Awqof Al Mishriyah
9. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosy Ad Dimasqiy, Dar Thobi’ah Linnasyr wat Tawzi’
10. Tuhfatul Ahwadzi , Mawqi’ Al Islam


(Sumber : https://rumaysho.com/149-mudahkanlah-orang-yang-berutang-padamu.html)

BERUBAHLAH KARENA DIRIMU Lakukanlah perubahan pada dirimu sendiri. Akan baik jika kamu mampu merubah dirimu sendiri menjadi orang yang...

BERUBAHLAH KARENA DIRIMU


Lakukanlah perubahan pada dirimu sendiri. Akan baik jika kamu mampu merubah dirimu sendiri menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Tetapi berubahlah demi kebaikanmu sendiri, bukan berubah karena orang lain.

Apalagi jika kamu ingin berubah hanya karena dia, entah dia orang yang mencintaimu atau orang kamu cintai. Jika berubah hanya demi orang lain, maka perbaiki dulu niatmu sehingga kamu berubah demi dirimu dan kebaikanmu bukan karena orang lain.

Apalagi Jika Berubah Hanya Demi Orang Yang Kamu Cintai. Maka Tidak Perlu Berubah Jika Hanya Demi Seseorang


Gerhana Sangkala

Mungkin memang benar orang yang mencintaimu menyuruhmu agar kamu menjadi orang yang lebih lagi. Tetapi jika sebenarnya kamu tidak menginginkannya bahkan jika hanya terpaksa. Untuk apa juga kamu melakukannya.
Kalaupun dia menyuruhmu untuk berubah dari dalam dirimu sendiri harus memiliki keinginan dan kemauan untuk berubah. Jangan hanya semata-mata karena demi orang yang kamu cintai. Yang ada kamu sendiri yang akan merasa tertekan.

Karena Kalau Berubah Hanya Karena Seseorang. Jika Seseornagnya Sudah Gak Ada Bisa Jadi Malah Kembali Lagi Seperti Semula


Gerhana Sangkala

Kalau kamu hanya berubah demi orang yang kamu cintai. Ketika dia sudah tidak bersama kamu malah kamu akan merasa bebas dan melakukan hal-hal yang seperti dulu lagi.
Tetapi kalau memang dalam diri kamu yang memiliki keinginan untuk berubah maka ada atau tidak ada dia kamu akan tetap berubah dan tidak kembali seperti dulu lagi.

Jika Ingin Berubah. Maka Berubahlah Demi Kebaikanmu Sendiri. Jangan Lakukan Untuk Orang Lain


Gerhana Sangkala

Berubahlah menjadi orang yang lebih baik dan lakukanlah demi dirimu sendiri dan demi kebaikanmu. Jangan pernah melakukannya hanya demi orang lain atau hanya ingin disanjung oleh orang lain.
Berubahlah menjadi lebih baik, karena banyak hal yang harus kamu ubah dalam dirimu. Yang tentunya demi untuk kebaikanmu sendiri bukan untuk dipuji oleh orang lain.

Karena Yang Membutuhkan Itu Bukan Orang Lain, Tetapi Dirimu Sendiri


Gerhana Sangkala

Perubahan menjadi lebih baik itu, kamu sendiri yang membutuhkannya bukan orang lain. Maka jika memang benar-benar berubah, berubahlah demi diri sendiri dan kebaikanmu sendiri.
Maka perubahanmu tidak akan mudah goyah meski orang lain banyak yang tidak suka dan mengatakan itu tidak pantas buatmu. Selagi itu baik kenapa tidak, tidak perlu mendengarkan apa kata mereka.

Berubahlah Demi Kebaikan Dirimu Sendiri. Bukan Karena Orang Lain Apalagi Karena Disuruh Orang Lain


Gerhana Sangkala

Mungkin akan ada orang yang menyuruhmu berubah. Tetapi itu bukan alasan untuk kamu mengikuti sarannya. Kamu harus bisa memiliki keinginan dari dalam dirimu sendiri, sehingga tidak ada tekanan dan merasa terpaksa kamu harus berubah. Jika masih demi orang lain maka sebaiknya tidak perlu merubah dirimu. Perbaiki niat dulu baru kamu berubah demi dirimu sendiri.


(Sumber : https://duapah.com/berubahlah-demi-kebaikanmu-bukan-berubah-karena-dia-atau-siapapun/)




TEORI STRATEGI KOMUNIKASI Komunikasi memiliki peranan yang sangat vital dalam kehidupan kita, baik dalam membentuk hubungan sosial...

TEORI STRATEGI KOMUNIKASI



Komunikasi memiliki peranan yang sangat vital dalam kehidupan kita, baik dalam membentuk hubungan sosial maupun hubungan interpersonal. Komunikasi terjadi dalam berbagai konteks komunikasi seperti komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, serta komunikasi massa. Komunikasi juga terjadi dalam berbagai bidang komunikasi seperti komunikasi perusahaan, komunikasi tradisional, komunikasi lingkungan,  komunikasi politik, komunikasi pendidikan, komunikasi sosialkomunikasi organisasi,  komunikasi bisniskomunikasi pemasarankomunikasi pembangunankomunikasi terapeutik dalam keperawatan,  komunikasi antar budaya,  komunikasi lintas budayakomunikasi internasionalkomunikasi kesehatankomunikasi pemerintahan, dan komunikasi pembelajaran
Proses komunikasi yang terjadi dalam berbagai bidang dan konteks komunikasi sebagaimana telah disebutkan di atas tidaklah berjalan dengan sederhana melainkan melalui proses serta tahap-tahap komunikasi yang rumit dan kompleks. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi yang telah dirumuskan oleh para ahli dengan berbagai latar belakang disiplin ilmu. Disebut demikian karena dalam proses komunikasi melibatkan berbagai macam pilihan komponen-komponen komunikasi yang meliputi aspek-aspek pesan dan aspek perilaku, pilihan tentang saluran komunikasi yang akan digunakan, karakteristik komunikator, hubungan antara komunikator dan khalayak, karakteristik khalayak, serta situasi dimana komunikasi terjadi.
Jika salah satu komponen tidak ada, maka akan berdampak pada keseluruhan proses komunikasi. Begitu kompleksnya proses komunikasi dan banyaknya komponen atau elemen komunikasi yang terlibat, menuntut komunikator perlu merumuskan suatu strategi komunikasi atau perencanaan komunikasi serta manajemen komunikasi yang baik agar komunikasi yang efektif dapat terwujud


Pengertian Strategi Komunikasi

Telah disebutkan di atas bahwa untuk mencapai komunikasi yang efektif diperlukan suatu strategi komunikasi yang baik. Strategi merujuk pada pendekatan komunikasi menyeluruh yang akan diambil dalam rangka menghadapi tantangan yang akan dihadapi selama berlangsungnya proses komunikasi.  Berbagai pendekatan dapat dilakukan tergantung pada situasi dan kondisi, misalnya pendekatan kesehatan masyarakat, pendekatan pasar bebas, model pendidikan, atau pendekatan konsorsium.  Salah satu dari pendekatan-pendekatan itu dapat dianggap sebagai dasar dari sebuah strategi dan berfungsi sebagai sebuah kerangka kerja untuk perencanaan komunikasi selanjutnya. Sebuah strategi hendaknya menyuguhkan keseluruhan arah bagi inisiatif, kesesuaian dengan berbagai sumber daya yang tersedia, meminimalisir resistensi, menjangkau kelompok sasaran, dan mencapai tujuan inisiatif komunikasi.
Dari uraian singkat di atas, apakah yang dimaksud dengan strategi? Menurut Onong Uchjana Effendy (1984 : 35), intinya strategi adalah perencanaan atau planningdan manajemen untuk mencapai suatu tujuan yang hanya dapat dicapai melalui taktik operasional. Sebuah strategi komunikasi hendaknya mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan khalayak sasaran. Strategi komunikasi mendefinisikan khalayak sasaran, berbagai tindakan yang akan dilakukan, mengatakan bagaimana khalayak sasaran akan memperoleh manfaat berdasarkan sudut pandangnya, dan bagaimana khalayak sasaran yang lebih besar dapat dijangkau secara lebih efektif.
Sementara itu, menurut Mohr dan Nevin mendefinisikan sebuah strategi komunikasi sebagai penggunaan kombinasi faset-faset komunikasi dimana termasuk di dalamnya frekuensi komunikasi, formalitas komunikasi, isi komunikasi, saluran komunikasi (Kulvisaechana, 2001 : 17-18).
Untuk mengimplementasikan strategi komunikasi dibutuhkan taktik atau metode yang tepat. Taktik dan strategi memiliki keterkaitan yang kuat. Jika sebuah strategi yang telah kita susun dengan hati-hati adalah strategi yang tepat untuk digunakan, maka taktik dapat dirubah sebelum strategi. Namun, jika kita merasa ada hal yang salah pada tataran taktik maka kita harus mengubah strategi.
Tujuan Strategi Komunikasi
Dalam dunia bisnis, tujuan strategi pada umumnya adalah untuk menentukan dan mengkomunikasikan gambaran tentang visi perusahaan melalui sebuah sistem tujuan utama dan kebijakan. Strategi menggambarkan sebuah arah yang didukung oleh berbagai sumber daya yang ada. Sementara itu, menurut R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett menyatakan bahwa strategi komunikasi memiliki 3 (tiga) tujuan, yaitu (Effendy, 1984 : 35-36) :
  1. To secure understanding – memastikan pesan diterima oleh komunikan.
  2. To establish acceptance – membina penerimaan pesan.
  3. To motivate action – kegiatan yang dimotivasikan.
Strategi komunikasi yang dilakukan bersifat makro dan proses strategi komunikasi berlangsung secara vertikal piramidal.

Landasan Teori

Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam komunikasi terdapat beberapa komponen yang mendukung berjalannya proses komunikasi. Berbagai literatur menyatakan bahwa terdapat sebuah paradigma atau formula yang sering digunakan untuk mengetahui komponen-komponen komunikasi. Paradigma atau formula itu adalah paradigma atau formula yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell. Melalui paradigma atau formula yang telah dirumuskannya, Harold D. Lasswell mencoba untuk memberikan penjelasan kepada kita bahwa untuk mengetahui apa saja yang menjadi komponen-komponen komunikasi maka harus menjawab beberapa pertanyaan seperti Who Says What In What Channel To Whom With What Effect.
Jika kita menjawab pertanyaan-pertanyaan itu maka dapat kita ketahui komponen-komponen komunikasi yaitu komunikator, pesan, media atau saluran komunikasi, khalayak, dan efek. Penjelasan secara lebih detil tentang paradigma atau formula Lasswell ini pun telah digambarkan ke dalam sebuah model komunikasi yaitu model komunikasi Lasswell
Formula Lasswell ini tidak luput dari kritik yang salah satunya datang dari Gerhard Maletzke. Maletzke menyatakan bahwa paradigma atau formula yang dikemukakan oleh Lasswell tidak mempertimbangkan hal yang sangat penting yakni tujuan yang akan dicapai oleh komunikator. Tidak sedikit ahli yang menyatakan bahwa tujuan komunikasi hendaknya dinyatakan secara eksplisit karena tujuan komunikasi berkaitan erat dengan khalayak sasaran dalam strategi komunikasi.
Komponen Komunikasi dan Strategi Komunikasi
Dalam strategi komunikasi perlu mempertimbangkan berbagai komponen dalam komunikasi karena komponen-komponen itulah yang mendukung jalannya proses komunikasi yang sangat rumit. Selain komponen-komponen komunikasi, hal lain yang juga harus menjadi bahan pertimbangan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi  serta hambatan-hambatan komunikasi 
Berikut diulas tentang 4 (empat) komponen utama komunikasi yang menjadi pusat kajian dalam strategi komunikasi.
a. Komunikator
Komunikator merupakan pihak yang menjalankan proses strategi komunikasi. Untuk menjadi komunikator yang baik dan apat dipercaya oleh komunikate atau khalayak sasaran, maka komunikator harus memiliki daya tarik serta kredibilitas.
  • Daya tarik
Adalah manusiawi jika komunikate atau khalayak sasaran yang cenderung merasa memiliki kesamaan dengan komunikator akan mengikuti apa yang diinginkan oleh komunikator. Dalam hal ini, komunikate atau khalayak sasaran melihat komunikator memiliki daya tarik tertentu sehingga khalayak sasaran bersedia untuk merubah pikiran, sikap, pendapat, dan perilakunya sesuai dengan yang diinginkan oleh komunikator. Daya tarik juga dapat dilihat dari penampilan komunikator.
  • Kredibilitas
Selain daya tarik, kredibilitas komunikator juga menjadi alasan kuat khalayak sasaran atau komunikate bersedia merubah pikiran, sikap, pendapat, dan perilakunya sesuai dengan isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. Kredibilitas komunikator adalah faktor yang membuat khalayak sasaran percaya kepada apa yang disampaikan oleh komunikator dan mengikuti kemauan komunikator.  Komunikator yang benar-benar menguasai permasalahan dan memiliki penguasaan bahasa yang baik cenderung dipercaya oleh khalayak sasaran.
b. Pesan Komunikasi
Pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada khalayak sasaran atau komunikate dalam strategi komunikasi pastinya memiliki tujuan tertentu. Tujuan inilah yang menentukan teknik komunikasi yang akan dipilih dan digunakan dalam strategi komunikasi. Dalam strategi komunikasi, perumusan pesan yang baik dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi khalayak sangatlah penting. Pesan yang dirumuskan oleh komunikator hendaknya tepat mengenai khalayak sasaran. Menurut Soeganda Priyatna (2004), terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pesan yang disampaikan dapat mengena kepada khalayak sasaran yaitu :
  • Umum – pesan disampaikan adalah pesan yang bersifat umum dan mudah dipahami oleh khalayak sasaran
  • Jelas – pesan yang disampaikan harus jelas dan tidak menimbulkan salah penafsiran
  • Bahasa jelas – bahasa yang digunakan dalam proses penyampaian pesan hendaknya menggunakan bahasa yang jelas dan sesuai dengan khalayak sasaran serta tidak menggunakan istilah-istilah yang tidak dimengerti oleh khalayak sasaran (Baca juga : Bahasa sebagai Alat Komunikasi).
  • Positif – pesan yang disampaikan kepada khalayak sasaran dilakukan dengan cara-cara yang positif sehingga mendatangkan rasa simpati dari khalayak sasaran
  • Seimbang – pesan yang disampaikan kepada khalayak sasaran disampaikan dengan seimbang, tidak melulu mengungkapkan sisi positif namun juga sisi negative agar khalayak sasaran dapat menerimanya dengan baik
  • Sesuai – pesan yang disampaikan hendaknya disesuaikan dengan keinginan khalayak sasaran
c. Media Komunikasi
Kita telah mengetahui dan memahami berbagai pengertian media menurut para ahlipengertian media massa menurut para ahli, serta pengertian media sosial menurut para ahli. Kesimpulan dari semua pengertian terkait media adalah bahwa media adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi. Media komunikasi kini tidak lagi terbatas pada media massa yang memiliki beberapa karakteristik media massa masing-masing. Kehadiran  internet sebagai media komunikasi telah melahirkan berbagai media komunikasi modern baru. Dalam strategi komunikasi, kita perlu mempertimbangkan pemilihan media komunikasi yang tepat dan dapat menjangkau khalayak sasaran dengan tepat dan cepat serta. Pemilihan media komunikasi dalam strategi komunikasi disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, pesan yang akan disampaikan, serta teknik komunikasi yang digunakan.
d. Khalayak Sasaran
Dalam strategi komunikasi, melakukan identifikasi khalayak sasaran adalah hal penting yang harus dilakukan oleh komunikator. Identifikasi khalayak sasaran disesuaikan dengan tujuan komunikasi. Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan ketika melakukan identifikasi khalayak sasaran, yaitu :
  • Kerangka pengetahuan atau frame of reference
Pesan-pesan komunikasi yang akan disampaikan dalam strategi komunikasi kepada komunikate atau khalayak sasaran hendaknya disesuaikan dengan kerangka pengetahuan khalayak agar pesan dapat dengan mudah diterima serta dipahami oleh khalayak sasaran.
  • Situasi dan kondisi
Yang dimaksud dengan situasi adalah situasi komunikasi ketika khalayak sasaran menerima pesan-pesan komunikasi. Sedangkan yang dimaksud dengan kondisi adalah keadaan fisik psikologis khalayak sasaran. Pesan komunikasi yang dsampaikan kepada khalayak sasaran hendaknya mempertimbangkan situasi dan kondisi khalayak sasaran agar pesan dapat tersampaikan dengan efektif.
  • Cakupan pengalaman atau field of experience
Pesan-pesan komunikasi yang akan disampaikan dalam strategi komunikasi kepada komunikate atau khalayak sasaran juga hendaknya disesuaikan dengan cakupan pengalaman khalayak sasaran agar pesan dapat dengan mudah diterima serta dipahami oleh khalayak sasaran.
Proses Perencanaan Strategi Komunikasi
Secara garis besar, terdapat 4 (empat) tahapan dalam proses strategi komunikasi yaitu analisa situasi, mengembangkan tujuan serta strategi komunikasi, mengimplementasikan strategi komunikasi, dan mengukur hasil usaha yang telah dilakukan. Perlu dipahami bahwa strategi komunikasi yang diterapkan dalam berbagai konteks komunikasi mungkin tidak sama namun secara garis besar memiliki alur yang sama.
  1. Analisis situasi yaitu menggunakan penelitian untuk melakukan analisis situasi yang secara akurat dapat mengidentifikasi berbagai permasalahan serta peluang yang dimiliki.
  2. Mengembangkan rencana tindakan strategis yang ditujukan kepada berbagai permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Hal ini mencakup tujuan umum, tujuan yang dapat diukur, identifikasi khalayak sasaran dengan jelas, target strategi, serta taktik yang efektif.
  3. Menjalankan perencanaan dengan alat-alat komunikasi dan tugas yang memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan.
  4. Mengukur kesuksesan strategi komunikasi dengan menggunakan alat-alat evaluasi.

Manfaat Mempelajari Teori Strategi Komunikasi

Mempelajari teori strategi komunikasi dapat memberikan manfaat kepada kita diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Kita memahami pengertian strategi dan strategi komunikasi.
  • Kita memahami tujuan umum strategi komunikasi.
  • Kita memahami landasan teori strategi komunikasi.
  • Kita memahami komponen komunikasi dan kaitannya dengan strategi komunikasi.
  • Kita memahami proses strategi komunikasi.
Demikianlah ulasan singkat tentang teori strategi komunikasi. Semoga dapat menambah wawasan serta pengetahuan tentang teori strategi komunikasi serta dapat menerapkannya ke dalam berbagai bidang dan konteks komunikasi.


(Sumber : https://pakarkomunikasi.com/teori-strategi-komunikasi)