Tampilkan postingan dengan label bisnis. Tampilkan semua postingan

Laba Ratusan Juta dari Cireng Kompas.com - 23/04/2009, 10:34 WIB KOMPAS.com - ANDA pernah mencicipi cireng? Anda akan mudah menjumpai makan...

Laba Ratusan Juta dari Cireng Kompas.com - 23/04/2009, 10:34 WIB KOMPAS.com - ANDA pernah mencicipi cireng? Anda akan mudah menjumpai makanan yang terbuat dari tepung ketela atau singkong ini di Jawa Barat. Warnanya putih dan agak liat ketika dikunyah. Kudapan ini akan terasa lebih lezat jika kita menyantapnya selagi hangat. Jika sudah dingin, cireng akan menjadi lebih alot. Nah, selama ini, mungkin Anda hanya mengenal aci goreng ini sebagai makanan tradisional ini kerap dijajakan oleh tukang gorengan di pinggir jalan. Meski demikian, jangan sekali-sekali Anda meremehkan kudapan tradisional ini. Seorang pengusaha di kawasan Jakarta Selatan berhasil mengubah imaji cireng sebagai makanan murahan. Di tangannya, cireng malah menjadi mesin mesin uang yang handal. Pengusaha itu bernama Yusuf Setiady. Kendati baru enam bulan menggeluti bisnis cireng, pencapaian Yusuf luar biasa cemerlang. Kini, saban bulan dia mampu menangguk omzet sampai Rp 120 juta. "Laba saya sekitar 20 persen," klaim Yusuf. Salah satu kunci keberhasilan Yusuf adalah keberaniannya menciptakan inovasi. la menciptakan produk cireng dengan aneka isi. Misalnya, ia membuat cireng isi keju, oncom, daging sapi, daging ayam, kacang hijau dan cireng isi sosis. Terobosan lainnya, ia tidak hanya menjajakan cireng dalam keadaan matang. Meski banyak produk cireng yang beredar di pasar, Yusuf mengklaim cireng hasil kreasnya memiliki kekhasan, yakni lebih renyah dan tidak terlalu liat ketika digigit. "Itu, karena saya memakai aci mendoan," kata Yusuf membuka isi dapurnya. Yusuf membangun usaha cireng ini bersama lima orang temannya yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Sebelumnya, hampir 11 tahun mereka berbisnis tahu. "Modal awal bisnis cireng ini hanya Rp 100.000," tutur pria 39 tahun ini. Belum ada merek yang melekat pada produk cireng Yusuf. la hanya menyebutnya Cireng Aneka Rasa. Yusuf menjajakan cireng berdiameter sekitar tujuh sentimeter (cm) ini dalam kemasan plastik. Satu plastik berisi 10 buah, dengan lima rasa. Jadi, dalam satu kemasan, ada dua bush cireng yang memiliki rasa sama. "Harga jual di konsumen Rp 5.000-Rp 6.000 per bungkus," kata Yusuf. Yusuf memproduksi cireng ini di daerah Cibuntu, Bandung, tempat ia memproduksi tahu. Tak kurang, ada 20 orang karyawan yang membantu Yusuf membuat cireng dan tahu. Tapi, Yusuf sendiri lebih banyak menangani pemasaran. Sejauh ini, produknya telah tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Kapasitas produksi dapur Yusuf tergolong besar. Bayangkan saja, Yusuf setidaknya mendatangkan cireng dari Bandung sebanyak tiga kali seminggu. Setiap kali datang, kiriman cireng itu mencapai 50 boks yang masing-masing berisi 50 bungkus cireng. "Pengiriman setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu," kata pria kelahiran Cianjur ini. Setelah sampai di Jakarta, Yusuf menyebarkan ratusan bungkus cireng tersebut kepada sekitar 30 agen penjualan. Agen lalu menjual lagi kepada pelanggan mereka dan menawarkan ke beberapa perumahan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Laba Ratusan Juta dari Cireng", https://regional.kompas.com/read/2009/04/23/10342844/laba.ratusan.juta.dari.cireng.
Laba Ratusan Juta dari Cireng Kompas.com - 23/04/2009, 10:34 WIB KOMPAS.com - ANDA pernah mencicipi cireng? Anda akan mudah menjumpai makanan yang terbuat dari tepung ketela atau singkong ini di Jawa Barat. Warnanya putih dan agak liat ketika dikunyah. Kudapan ini akan terasa lebih lezat jika kita menyantapnya selagi hangat. Jika sudah dingin, cireng akan menjadi lebih alot. Nah, selama ini, mungkin Anda hanya mengenal aci goreng ini sebagai makanan tradisional ini kerap dijajakan oleh tukang gorengan di pinggir jalan. Meski demikian, jangan sekali-sekali Anda meremehkan kudapan tradisional ini. Seorang pengusaha di kawasan Jakarta Selatan berhasil mengubah imaji cireng sebagai makanan murahan. Di tangannya, cireng malah menjadi mesin mesin uang yang handal. Pengusaha itu bernama Yusuf Setiady. Kendati baru enam bulan menggeluti bisnis cireng, pencapaian Yusuf luar biasa cemerlang. Kini, saban bulan dia mampu menangguk omzet sampai Rp 120 juta. "Laba saya sekitar 20 persen," klaim Yusuf. Salah satu kunci keberhasilan Yusuf adalah keberaniannya menciptakan inovasi. la menciptakan produk cireng dengan aneka isi. Misalnya, ia membuat cireng isi keju, oncom, daging sapi, daging ayam, kacang hijau dan cireng isi sosis. Terobosan lainnya, ia tidak hanya menjajakan cireng dalam keadaan matang. Meski banyak produk cireng yang beredar di pasar, Yusuf mengklaim cireng hasil kreasnya memiliki kekhasan, yakni lebih renyah dan tidak terlalu liat ketika digigit. "Itu, karena saya memakai aci mendoan," kata Yusuf membuka isi dapurnya. Yusuf membangun usaha cireng ini bersama lima orang temannya yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Sebelumnya, hampir 11 tahun mereka berbisnis tahu. "Modal awal bisnis cireng ini hanya Rp 100.000," tutur pria 39 tahun ini. Belum ada merek yang melekat pada produk cireng Yusuf. la hanya menyebutnya Cireng Aneka Rasa. Yusuf menjajakan cireng berdiameter sekitar tujuh sentimeter (cm) ini dalam kemasan plastik. Satu plastik berisi 10 buah, dengan lima rasa. Jadi, dalam satu kemasan, ada dua bush cireng yang memiliki rasa sama. "Harga jual di konsumen Rp 5.000-Rp 6.000 per bungkus," kata Yusuf. Yusuf memproduksi cireng ini di daerah Cibuntu, Bandung, tempat ia memproduksi tahu. Tak kurang, ada 20 orang karyawan yang membantu Yusuf membuat cireng dan tahu. Tapi, Yusuf sendiri lebih banyak menangani pemasaran. Sejauh ini, produknya telah tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Kapasitas produksi dapur Yusuf tergolong besar. Bayangkan saja, Yusuf setidaknya mendatangkan cireng dari Bandung sebanyak tiga kali seminggu. Setiap kali datang, kiriman cireng itu mencapai 50 boks yang masing-masing berisi 50 bungkus cireng. "Pengiriman setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu," kata pria kelahiran Cianjur ini. Setelah sampai di Jakarta, Yusuf menyebarkan ratusan bungkus cireng tersebut kepada sekitar 30 agen penjualan. Agen lalu menjual lagi kepada pelanggan mereka dan menawarkan ke beberapa perumahan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Laba Ratusan Juta dari Cireng", https://regional.kompas.com/read/2009/04/23/10342844/laba.ratusan.juta.dari.cireng.
Laba Ratusan Juta dari Cireng Kompas.com - 23/04/2009, 10:34 WIB KOMPAS.com - ANDA pernah mencicipi cireng? Anda akan mudah menjumpai makanan yang terbuat dari tepung ketela atau singkong ini di Jawa Barat. Warnanya putih dan agak liat ketika dikunyah. Kudapan ini akan terasa lebih lezat jika kita menyantapnya selagi hangat. Jika sudah dingin, cireng akan menjadi lebih alot. Nah, selama ini, mungkin Anda hanya mengenal aci goreng ini sebagai makanan tradisional ini kerap dijajakan oleh tukang gorengan di pinggir jalan. Meski demikian, jangan sekali-sekali Anda meremehkan kudapan tradisional ini. Seorang pengusaha di kawasan Jakarta Selatan berhasil mengubah imaji cireng sebagai makanan murahan. Di tangannya, cireng malah menjadi mesin mesin uang yang handal. Pengusaha itu bernama Yusuf Setiady. Kendati baru enam bulan menggeluti bisnis cireng, pencapaian Yusuf luar biasa cemerlang. Kini, saban bulan dia mampu menangguk omzet sampai Rp 120 juta. "Laba saya sekitar 20 persen," klaim Yusuf. Salah satu kunci keberhasilan Yusuf adalah keberaniannya menciptakan inovasi. la menciptakan produk cireng dengan aneka isi. Misalnya, ia membuat cireng isi keju, oncom, daging sapi, daging ayam, kacang hijau dan cireng isi sosis. Terobosan lainnya, ia tidak hanya menjajakan cireng dalam keadaan matang. Meski banyak produk cireng yang beredar di pasar, Yusuf mengklaim cireng hasil kreasnya memiliki kekhasan, yakni lebih renyah dan tidak terlalu liat ketika digigit. "Itu, karena saya memakai aci mendoan," kata Yusuf membuka isi dapurnya. Yusuf membangun usaha cireng ini bersama lima orang temannya yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Sebelumnya, hampir 11 tahun mereka berbisnis tahu. "Modal awal bisnis cireng ini hanya Rp 100.000," tutur pria 39 tahun ini. Belum ada merek yang melekat pada produk cireng Yusuf. la hanya menyebutnya Cireng Aneka Rasa. Yusuf menjajakan cireng berdiameter sekitar tujuh sentimeter (cm) ini dalam kemasan plastik. Satu plastik berisi 10 buah, dengan lima rasa. Jadi, dalam satu kemasan, ada dua bush cireng yang memiliki rasa sama. "Harga jual di konsumen Rp 5.000-Rp 6.000 per bungkus," kata Yusuf. Yusuf memproduksi cireng ini di daerah Cibuntu, Bandung, tempat ia memproduksi tahu. Tak kurang, ada 20 orang karyawan yang membantu Yusuf membuat cireng dan tahu. Tapi, Yusuf sendiri lebih banyak menangani pemasaran. Sejauh ini, produknya telah tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Kapasitas produksi dapur Yusuf tergolong besar. Bayangkan saja, Yusuf setidaknya mendatangkan cireng dari Bandung sebanyak tiga kali seminggu. Setiap kali datang, kiriman cireng itu mencapai 50 boks yang masing-masing berisi 50 bungkus cireng. "Pengiriman setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu," kata pria kelahiran Cianjur ini. Setelah sampai di Jakarta, Yusuf menyebarkan ratusan bungkus cireng tersebut kepada sekitar 30 agen penjualan. Agen lalu menjual lagi kepada pelanggan mereka dan menawarkan ke beberapa perumahan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Laba Ratusan Juta dari Cireng", https://regional.kompas.com/read/2009/04/23/10342844/laba.ratusan.juta.dari.cireng.

Laba Ratusan Juta dari Cireng 






Anda pernah mencicipi cireng? Anda akan mudah menjumpai makanan yang terbuat dari tepung ketela atau singkong ini di Jawa Barat. Warnanya putih dan agak liat ketika dikunyah. Kudapan ini akan terasa lebih lezat jika kita menyantapnya selagi hangat. Jika sudah dingin, cireng akan menjadi lebih alot.

Nah, selama ini, mungkin Anda hanya mengenal aci goreng ini sebagai makanan tradisional ini kerap dijajakan oleh tukang gorengan di pinggir jalan. Meski demikian, jangan sekali-sekali Anda meremehkan kudapan tradisional ini. Seorang pengusaha di kawasan Jakarta Selatan berhasil mengubah imaji cireng sebagai makanan murahan. Di tangannya, cireng malah menjadi mesin mesin uang yang handal.

Pengusaha itu bernama T.A Yusuf Setiady. Kendati baru enam bulan menggeluti bisnis cireng, pencapaian T.A Yusuf luar biasa cemerlang. Kini, saban bulan dia mampu menangguk omzet sampai Rp 120 juta. "Laba saya sekitar 20 persen," klaim Yusuf.

Salah satu kunci keberhasilan T.A Yusuf adalah keberaniannya menciptakan inovasi. la menciptakan produk cireng dengan aneka isi. Misalnya, ia membuat cireng isi keju, oncom, daging sapi, daging ayam, kacang hijau dan cireng isi sosis. Terobosan lainnya, ia tidak hanya menjajakan cireng dalam keadaan matang.

Meski banyak produk cireng yang beredar di pasar, T.A Yusuf mengklaim cireng hasil kreasinya memiliki kekhasan, yakni lebih renyah dan tidak terlalu liat ketika digigit. "Itu, karena saya memakai aci mendoan," kata T.A Yusuf membuka isi dapurnya.

T.A Yusuf membangun usaha cireng ini bersama lima orang temannya yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Sebelumnya, hampir 11 tahun mereka berbisnis tahu. "Modal awal bisnis cireng ini hanya Rp 100.000," tutur pria 39 tahun ini.

Belum ada merek yang melekat pada produk cireng T.A Yusuf. la hanya menyebutnya Cireng Aneka Rasa. T.A Yusuf menjajakan cireng berdiameter sekitar tujuh sentimeter (cm) ini dalam kemasan plastik. Satu plastik berisi 10 buah, dengan lima rasa. Jadi, dalam satu kemasan, ada dua bush cireng yang memiliki rasa sama. "Harga jual di konsumen Rp 5.000-Rp 6.000 per bungkus," kata T.A Yusuf.

T.A Yusuf memproduksi cireng ini di daerah Cibuntu, Bandung, tempat ia memproduksi tahu. Tak kurang, ada 20 orang karyawan yang membantunya membuat cireng dan tahu. Tapi, T.A Yusuf sendiri lebih banyak menangani pemasaran. Sejauh ini, produknya telah tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Kapasitas produksi dapur T.A Yusuf tergolong besar. Bayangkan saja, T.A Yusuf setidaknya mendatangkan cireng dari Bandung sebanyak tiga kali seminggu. Setiap kali datang, kiriman cireng itu mencapai 50 boks yang masing-masing berisi 50 bungkus cireng. "Pengiriman setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu," kata pria kelahiran Cianjur ini.

Setelah sampai di Jakarta, T.A Yusuf menyebarkan ratusan bungkus cireng tersebut kepada sekitar 30 agen penjualan. Agen lalu menjual lagi kepada pelanggan mereka dan menawarkan ke beberapa perumahan.

Melihat usahanya maju pesat, suami Nurjanah ini mengaku sangat optimistis. T.A Yusuf sudah mengambil ancang-ancang untuk mengembangkan bisnisnya. Di antaranya ia akan memasang merek dan mengejar pengesahan status kelayakan produk dari Departemen Kesehatan. T.A Yusuf juga ingin menjual cireng dengan sistem gerobak di pinggir jalan. Dengan cara ini, ia berharap penjualannya bisa cepat meningkat. Kini, T.A Yusuf sudah menyiapkan tiga gerobak. Nantinya, pengusaha juga ingin menjajal sistem kemitraan. "Saya akan mencoba bikin master (kemitraan) dulu," ujarnya. (Anastasia Lilin Yuliantina/Kontan)




(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Laba Ratusan Juta dari Cireng". https://regional.kompas.com/read/2009/04/23/10342844/laba.ratusan.juta.dari.cireng).









Pasar Butuh Pisang Kualitas Top   Karena kesulitan mendapat pasokan Ronny berhenti memasok pisang ke pasar swalayan Hero, Gelael, Ke...

Pasar Butuh Pisang Kualitas Top

 



Karena kesulitan mendapat pasokan Ronny berhenti memasok pisang ke pasar swalayan Hero, Gelael, Kem Chicks, dan Matahari di seputaran Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sejak 3 tahun silam. ‘Saya benar-benar tak sanggup. Makanya hanya bertahan 2 tahun (2004-2006, red),’ kata Ronny. Ketika itu Ronny-yang juga pemasok jagung manis-rutin mengirim 3-4 ton pisang per minggu. Jenisnya ambon (70%), raja bulu (20%), tanduk (15%), dan raja sereh (5%). Sebetulnya, permintaan yang datang 3-4 kali lipat. Sedangkan Fofo mengeluh kekurangan pisang raja, kepok, dan tanduk. Yang disebut pertama pasokannya paling besar, 60 sisir per minggu. Kebutuhan bisa 2-3 kali lipat.




Menurut Ronny, pisang berkualitas sulit didapat karena 1 alasan, ‘Pisang yang baik hanya bisa dihasilkan dari perkebunan pisang. Kita belum punya kecuali kebun pisang cavendish di Lampung,’ katanya. Yang dimaksud Ronny ialah kebun pisang cavendish milik PT Nusantara Tropical Fruits (NTF) di Way Jepara, Lampung Tengah, dengan luasan di atas 600 ha. Padahal, menurut Rizky Kurniawan, sales marketing officer PT Mulia Raya di Jakarta Barat, kebutuhan pisang di luar cavendish untuk pasar modern juga menjulang.

Sejak 2 bulan silam Mulia Raya mendapat permintaan 7 ton pisang tanduk per minggu dari sebuah toko buah modern yang memiliki 7 gerai. ‘Satu gerai butuh 1 ton, sementara kami baru sanggup memasok  ton per minggu untuk semua gerai,’ ujar Rizky. Di sana pisang tanduk pilihan dikemas dalam karton. Satu karton terdiri dari 40 buah. Syarat utamanya pisang tanduk mulus, berkulit kuning cerah, dan bobot per 2 buah di atas 1 kg.

Kurang

[foto 5] Sudah 6 bulan belakangan Mulia Raya juga mendapat permintaan 75-90 ton ambon kuning per minggu untuk toko buah modern, pasar swalayan, dan katering. Permintaan lain? Pisang emas 15 ton per minggu; raja bulu, 2 ton; dan barangan, 2 ton. Pisang emas baru terpasok 2 ton, sedangkan raja bulu dan barangan baru setengahnya. Pemasok lain, PT Sewu Segar Nusantara (SSN) di Tangerang, Provinsi Banten-yang terkenal sebagai pemasok cavendish-sepakat dengan Rizky. ‘Semua jenis pisang mulai dicari pasar modern,’ kata Iwan G Rory, global souching manager SSN.

Iwan mencontohkan pisang emas kirana-asal Lumajang, Jawa Timur, dan Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, sudah masuk pasar swalayan sejak 5 tahun silam dengan kapasitas 22 ton per minggu. ‘Itu baru 2 persen dari permintaan,’ katanya. Untuk barangan baru terpenuhi 10.000 sisir per minggu dari kebutuhan 20.000 sisir sejak 2 tahun silam. Saat ini pisang ambon pun mulai mengikuti jejak cavendish. Untuk satu pasar modern yang memiliki 50 outlet di Pulau Jawa saja SSN mendapat permintaan  4 boks per hari per outlet setara 2,2 ton per hari.

Langkanya pasokan pisang berkualitas sebuah ironi karena produksi di tanahair melimpah. Setiap hari jalan tol Merak-Jakarta dilewati rata-rata 50 truk pengangkut pisang berkapasitas 5-6 ton dari Lampung ke Jakarta. Di ujung selatan Pulau Sumatera itu terdapat 7.587 ha areal tanam pisang dengan produksi 319-ribu ton. Di Jawa Barat terdapat 15,4-ribu ha areal tanam  pisang beraneka jenis dengan produksi 1-juta ton.

Menurut Siswo Husodo, dari Pusat Informasi Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, setiap hari 30-50 ton pisang dari Jawa Barat dan Lampung masuk ke Kramatjati. Dari jumlah itu semua habis terserap pasar tradisional, industri rumahan pisang goreng, keripik, dan katering. Data yang dikeluarkan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB, Indonesia menempati peringkat ke-5 penghasil pisang dunia dengan produksi 4,1-juta ton per tahun. ‘Jadi sebetulnya permintaan pasar modern tak seberapa ketimbang produksi. Persoalannya produksi pisang sebesar itu tak bisa masuk ke pasar modern karena kualitas beragam,’ kata Djoko Soeprijanto SP, general affair manager Mulia Raya.

Bisa mulus

Menurut Sobir PhD, kepala PKBT, kualitas pisang yang beragam itu karena pisang berasal dari kebun rakyat tradisional. ‘Tak ada standar operasional yang jelas. Padahal, semua jenis pisang bisa diperlakukan seperti cavendish. Penampilannya mulus,’ tutur doktor dari Universitas Okayama, Jepang itu. Cavendish mulus karena sejak buah muda dibungkus. Sebelum dibungkus disuntik pestisida sistemik untuk membunuh ngengat Nicoleila octatema penyebab burik pada kulit. Dosisnya 2 ml per liter air, sebanyak 80 cc per tandan. Perlakuan itu diberikan 2 kali dengan selang 2 minggu saat tandan masih tegak.

Tiga empat tahun silam, menurut Sobir, banyak pekebun tradisional mencoba membungkus pisang untuk memuluskan buah, tapi gagal. Itu karena tandan buah dibungkus setelah nicoleila mendekam di bakal buah pisang. ‘Alih-alih membuat mulus, buah malah tambah burik,’ kata Sobir. Pembungkusan membuat nicoleila terlokalisir dalam pembungkus dan menyerang semua buah. Untuk mencegah kesalahan itu, sejak 2 tahun silam, PKBT bekerja sama dengan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia menerbitkan Acuan Standar Operasional Produksi Pisang.

Itulah yang dilakukan pekebun pisang mas kirana di Lumajang, Jawa Timur. Mereka memang tak menyuntik buah seperti pada cavendish, tapi membungkus tandan pisang jauh lebih awal. ‘Saat tandan berisi jantung merunduk dan jantung belum membuka langsung dibungkus,’ kata Lili SP MMA, dari Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang. Kini dari 2 kecamatan-Senduro dan Pasirjambe-itu diproduksi 200 ton pisang per bulan dengan total luas penanaman 700 ha. Mereka masuk ke pasar swalayan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta.

Berburu

Bila kirana sudah dikebunkan, maka pisang ambon lain lagi. Rully Hardiansyah, bagian pembelian Mulia Raya, mesti berburu hingga ke bukit-bukit di Lampung Selatan untuk mencari pisang ambon. ‘Di sana disebut pisang gunung karena tidak dikebunkan,’ katanya. Untuk menjaga kontinuitas pasokan ia menggandeng pengepul. Pengepul diminta melakukan sortir dari pekebun berikut penanganan pascapanen. Pisang ambon dicuci supaya mulus lalu dikemas dalam kardus. Setiap kardus berisi 18 kg.

Pisang ambon dibagi ke dalam 3 kelas (lihat foto). Di gudang Mulia Raya di Jakarta Barat, pisang disimpan di ruang pendingin bersuhu 14-16oC. Lalu disemprot gas etilen selama 10 menit dengan tekanan 10 bar. Selama 3 x 24 jam ruangan tak boleh dibuka. Hasilnya kulit buah seragam kuning. Pisang lain punya syarat beda. Raja bulu mesti berbobot 1,8-1,5 kg per sisir. Barangan harus bebas dari karat.

Roti dan keripik

Sejatinya tak hanya pasar modern yang meminta pasokan. Abidin Bakri, pengepul di Sukabumi, mengeluh pasokan pisang saat ini mulai tersendat. ‘Dulu gudang saya selalu penuh, sekarang paling tinggal seperempatnya,’ katanya. Sudah 28 tahun Abidin memasok pisang tanduk dan raja ke Jakarta untuk bahan baku roti. Holland Bakery dan Monami salah satu pelanggan Abidin. Total ada 26 perusahaan roti di seputaran Jabodetabek yang ia layani.

Setiap minggu Abidin 4 kali mengirim pisang ke Jakarta. Volumenya 2-3 ton sekali kirim berupa  raja 60% dan tanduk 40%. Padahal, menurut T.A. Yusuf Setiady MT, dari rumah kreatif Kahijina yang memasarkan pisang Abidin di Jakarta, permintaan dari pabrik-pabrik roti itu 2 kali lipatnya. Itu diakui Zainal Abidin, bagian marketing PT Candrabuana Suryasemesta yang memproduksi roti Buana Bakery. Menurutnya, pisang raja dari pemasok hanya 100 sisir dengan frekuensi 2 kali seminggu. Sementara kebutuhannya bisa mencapai 200 sisir. Permintaan melonjak menjelang bulan puasa, Lebaran, dan hari besar lainnya.

Industri olahan lain yang juga menyerap besar: keripik pisang. Di Lampung, ada lebih dari 20 produsen keripik pisang dengan kapasitas produksi 3.000 ton per tahun. Mereka kerap kesulitan mendapat pasokan karena bersaing dengan penjualan buah segar ke Jakarta. Akibatnya kini pabrik Keripik Suseno-cuma bisa mengolah 7,5 ton per minggu. Pada era 90-an produksinya 10-12 ton per minggu.

Pasokan seret menyebabkan harga bahan baku melambung. Andy Wijaya, produsen keripik pisang Mr Monkey tahun lalu masih menikmati harga Rp800-Rp1.000 per kg untuk ambon; kepok Rp2.000 per sisir. Kini masing-masing          Rp1.600-Rp2.000 per kg dan Rp4.500 per sisir.

Rumah penyakit

Kebutuhan pisang kualitas top yang menjulang bukan tak disadari pekebun. Hanya saja kendala  kebunkan pisang begitu terjal (lihat ilustrasi). Pengalaman Mukayah, pekebun di Lumajang, hanya tanduk yang relatif tahan serangan layu fusarium yang memporakporandakan banyak kebun pisang. Namun, jika teratasi pekebun bakal menuai pundi-pundi rupiah. Ida Yuni Wawan setiap minggu menjual 350 tandan tanduk. Sebanyak 30 tandan dipenuhi dari kebun sendiri, sisanya berburu ke kebun lain. Pisang dibeli pengepul dari Malang, Gresik, dan Kediri seharga Rp12.000 per tandan. Artinya omzet per minggu Rp4,2-juta.

Peluang lain, memasok ke industri olahan yang banyak bermunculan. Di Lumajang ada 12 pembuat keripik dengan serapan 12 ton per bulan pisang tanduk dan embug. Kebutuhan bahan baku itu diperkirakan terus bertambah. Kasri Andayani, pemilik Burno Sari Keripik, misalnya mendapat permintaan 10 ton keripik per bulan dari Korea. Namun, tak dipenuhi karena produksi baru 600 kg per bulan untuk pasar lokal. Volume produksi tak bisa dipacu karena ketersediaan bahan baku jadi kendala. Pasar pisang sesungguhnya membentang. (Destika Cahyana/Peliput: Imam Wiguna, Nesia Artdiyasa, dan Rosy Nur Apriyanti)


(Sumber : http://www.trubus-online.co.id/pasar-butuh-pisang-kualitas-top/)